Lepaskan Kambing Sepasang, Letusan Akan Berhenti
LAPORAN : PARDY SIMALANGO – TANAH KARO
Sesajen berupa bunga dan jeruk purut tersaji dihadapan pria bermarga Ginting (salah seorang guru si baso) sesaat setelah dirinya dirasuki oleh roh leluhur Sinabung (nini-red). Seketika suasana hening pecah saat suara gemeresak keluar dari tenggorokan Ginting sembari berkata, “Nggo reh nini, erkai kena reh ku ingan ku enda?. (artinya: Nenek sudah datang, ngapain kalian datang ke tempat ku ini?,” ujar nini.
Beberapa orang pemuda Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, yang mendampingi sekelompok relawan OKP Pemuda Pancasila (PP) dari Kota Medan menjawab sembari memohon kepada nini tersebut. “Kami datang kesini memohon doa agar bencana ini segera berakhir nini,” ujar pemuda.
Setelah menyampaikan permohonan akan maksud kedatangan mereka ke tempat gaib tersebut, sontak membuat nini Sinabung marah dan mengamuk. “Mbarenda pe nggo ku pindo i pulahken jenda sada kuda mentar, gelah lanai erdepur Sinabung e ku pudi wari, tapi la diateken kena (warga Karo-red). Adi Sinabung e, suani kena pe terus ku datas labo aku merawa, tapi ersentabi kena. Lanai lit ku idah sopan kena kerina”.
Artinya: Dulu (letusan pada tahun 2010) pun sudah ku minta dilepaskan satu kuda putih disini, agar Gunung Sinabung tidak meletus lagi dikemudian hari, tapi kalian abaikan. Kalau Gunung Sinabung ini, kalian tanami pun sampai ke puncak gak nya aku marah, tapi permisi kalian. Gak ada lagi ku lihat sopan santun kalian semua.
“Ku gereja ko kerina, tuhan..tuhan..nim kerina, tapi la pernah mejile perbuaten kena. Uga baci seh toto kena ku dibata, adi kami si jenda e pe la tandai kena, la hargai kena. Uga ningen seh kena man dibata?. Kami pe erpengindo man dibata nge. Ertoto kami man dibata. Bagi kempu ku enda, ndauh-ndauh kalak e reh ku ingan ku e guna ertoto ku jenda gelah lanai erdepur Sinabung enda,” ungkap nini menunjuk relawan PP.
Artinya: Ke gereja kau semua, tuhan..tuhan..kalian bilang, tapi gak pernah bagus perbuatan kalian. Bagaimana bisa sampai doa kalian ke tuhan, kalau kami yang disini pun gak kalian kenal, gak kalian hargai. Bagaimana mau sampai ke tuhan?. Kami pun memohon permintaan ke tuhan juga. Berdoa kami pada tuhan. Seperti cucu ku ini, jauh-jauh mereka datang ke tempat ku ini untuk berdoa agar Sinabung ini tidak meletus lagi.
Mendengar itu, pemuda desa itu mengungkapkan permohonan maaf mereka kepada nini Sinabung. “Ersentabi kami man bandu nini, ngaku salah kami, la diateken kami kai pemindondu. Begiken kami nge cakapndu nini. (Artinya: Permisi kami sama kam nini, minta maaf kami, tak kami pedulikan apa permintaan kam. Kami dengarkannya omongan kam nini),” ujar para pemuda.
“Adi bage labo dalih, salah lah si nggo salah. Adi lanai kin ate kena erdepur ka Sinabung e, pulahken kena jenda kambing sepasang. Ku timai empat wari enda, adi nggo pulahken kena lanai erdepur Sinabung e. (artinya: kalau begitu gak apa-apa, salah lah yang salah. Kalau kalian gak mau Gunung Sinabung ini meletus lagi, lepaskan kalian disini kambing sepasang. Ku tunggu empat hari ini, kalau sudah kalian lepaskan, gak akan meletus lagi Gunung Sinabung ini),” ujar nini.
Peristiwa diatas dikisahkan salah seorang relawan Organisasi Kepemudaan (OKP) Pemuda Pancasila Kota Medan kepada wartawan, Rabu (27/11) sekira pukul 18.08 Wib melalui telepon selulernya, mengaku peduli akan situasi Gunung Sinabung mengingat abu vulkanik hasil muntahan gunung tertinggi di Sumut itu telah menutupi sebagian besar Kota Medan.
“Saat itu kami rombongan Pemuda Pancasila berangkat dari Medan menuju Tanah Karo. Singkat cerita, sesampainya kami di pos pendakian Sinabung di Desa Guru Kinayan, kami sempat dilarang untuk mendaki ke puncak mengingat status Gunung Sinabung saat ini sudah memasuki level awas. Namun dengan membawa seorang guru si baso, kami tetap bersikeras menuju ke puncak dengan niat berdoa dan akhirnya diijinkan oleh penjaga pos,” katanya dan meminta identitasnya tidak dimuat ke media.
Sesampainya di puncak Gunung Sinabung, katanya, guru si baso bermarga Ginting yang dibawa mereka, langsung dirasuki roh nini Sinabung. “Nini itu mengamuk. Katanya, orang disini tidak lagi menghargai mereka, buat acara ritual untuk menghormati leluhur Sinabung pun gak pernah lagi. Kata nini itu, kalau orang sini (Karo) mau mendengarkan nini itu, letusan itu pasti akan berhenti. Nini itu minta agar dilepaskan kambing sepasang. Dia tunggu waktu empat hari,” ujarnya.
Setelah mengisahkan seputar ritual yang mereka lalui di Gunung Sinabung, dirinya berharap agar permintaan leluhur (nini) Sinabung agar segera dipenuhi warga setempat. “Mudah-mudahan permintaan nini itu dipenuhi orang itu, kami sengaja datang kemari untuk berdoa dan meminta kepada tuhan dan nini Sinabung agar bencana yang menyakiti warga Karo ini dapat segera berakhir. Warga Karo juga sudah banyak yang gagal panen,” sambungnya.
Lanjut dikatakannya, saat melaksanakan ritual disana, Selasa (26/11) pukul 21.00 Wib malam, mereka membawa bunga rampe dan rimo mukur (jeruk purut). “Bunga rampe itu kami bawa karena kami merasa nini Sinabung itu sudah capek bekerja, agar dia mandi dengan bunga itu. Rimo mukur itu juga dapat digunakan nini itu untuk mandi, juga dapat meminum airnya,” katanya.
Sementara, menurut Badan Geologi cq Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di website http://www.vsi.esdm.go.id mengatakan, berdasarkan data kegempaan, intensitas maupun frekuensi yang terus meningkat serta jarak antar letusan yang semakin pendek, maka status Gunung Sinabung dinaikkan menjadi Awas pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.00 Wib.
Sejak peningkatan status Siaga hingga Awas (24 November 2013, pukul 10.00 Wib), telah terjadi 63 kali letusan atau rata-rata 6 kali letusan sehari. Dari jumlah tersebut, 10 diantaranya merupakan letusan dengan ketinggian kolom letusan antara 3.000-10.000 meter.