TANAH KARO-SUMBER
Dua bulan sudah kasus dugaan korupsi pengadaan bibit kopi senilai Rp 4 Miliar berasal dari Bantuan Keuangan Provinsi Sumut (BKP) Sumut TA 2013 di Dinas Pertanian Karo, diadukan sejumlah LSM ke Kejari Kabanjahe. Tapi sampai sekarang belum ada titik terang pengusutannya.
Apabila Kejari Kabanjahe tidak menanganinya serius, kami dari sejumlah LSM di Karo akan melaporkan kasus tersebut ke Kejatisu,”ungkap Ketua LSM Gempita Robinson Purba didampingi Ketua Komite Pemantau Kinerja Pemerintah (KPKP) dan aktivitas penggiat Pertanian Husni Ginting kepada wartawan di Kabanjahe, Senin (11/8).
Menurut Robinson, pihaknya sesalkan sistem kerja Kejari Kabanjahe untuk melakukan penyelidikan kasus tersebut. “Kasus ini sudah pernah dilaporkan sejumlah LSM dan masyarakat. Disamping itu sejumlah media massa berulang kali menyiarkan kasus ini. Tapi tidak direspon dengan baik untuk dilakukan penyelidikan hingga tingkat penyidikan masih hanya sebatas pengumpulan keterangan. Kalau seperti ini masyarakat tidak percaya lagi cara kerja Kejari Kabanjahe untuk melakukan pengusutan dugaan tindak pidana korupsi di daerah ini. ,”ujarnya.
Hal senada disampaikan Ikuten Sitepu. Ia meminta pihak Kejari Kabanjahe segera mempercepat proses penyelidikan kasus ini. Sebab bilamana kasus ini terus mengambang dan tidak segera dipercepat, maka hal ini menimbul image-image yang negatif dari publik terhadap pihak Kejari Kabanjahe.
“Jika pihak Kejari Kabanjahe tidak mampu mengusut kasus ini hingga tuntas, maka kami meminta kepada pihak Kejaksaan Tinggi Sumut untuk mengambil alih proses hukumnya,”katanya.
Menurut Sitepu pengadaan proyek itu diduga tidak sesuai dengan standar mutu yang dihasilkan bagi kalangan petani di daerah tersebut. Pasalnya, pengadaan proyek tersebut dengan varietas/klon Arabika Sigarar Utang sebanyak 1.117.623 batang dengan kelas benih Bina dalam polibag diduga banyak yang tidak tumbuh dan terkena penyakit. Disamping itu, sejumlah kelompok tani yang seharusnya menerima bibit kopi itu tidak menerima sebagaimana mestinya.
Karena bibit kopi itu tidak sesuai standar mutu karena batangnya dan daun kopinya kerdil, bercak kuning pada bagian bawah daun serta daunnya seperti layu. Kemudian ada juga daun kopi tersebut gugur dan menyebabkan tanaman gundul secara perlahan. Sehingga diprediksi tanaman kopi itu tidak dapat tumbuh dengan baik yang otomatis merugikan petani.
“ Anggaran bibit kopi itu begitu besar dan tidak terencana dengan baik agar bermanfaat kepada petani. Proyek itu dilaksanakan Oktober 2013, tidak ada konsultan perencanaan dan pengawasan yang independen dari luar Dinas Pertanian Karo, hanya konsultan perencanaan dan pengawasan dari Dinas Pertanian Karo,”ungkapnya.
Disamping itu, kata, Husni Ginting menimpali, bibit kopi itu tidak sesuai standar mutu, pihaknya juga menemukan ratusan polibag bibit kopi dibuang di salah satu lokasi kelompok tani.
Menurut Husni Ginting, pengadaan bibit kopi sebanyak 1.117.623 batang itu diperoleh dari Simalungun dan Taput. Pihak rekanan mengajukan surat dukungan dari penangkar benih kopi UD OEL di Desa Guru Kinayan Kec Payung Kab Karo atas bibit tersebut ke panitia pengadaan barang dan jasa. “Yang menjadi pertanyaan apakah penangkar benih UD OEL di Desa Guru Kinayan Kec Payung telah diakui pemerintah sebagai penangkar benih yang memiliki sertifikat mutu benih di Sumut?” ungkapnya.
Kajari Kabanjahe melalui Kasie Intel Kejari Kabanjahe M Harahap SH kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (12/8) mengatakan pihaknya masih mengumpulkan sejumlah keterangan dan belum ada sejumlah saksi dimintai keterangan.
Disinggung apakah pengusutan kasus ini dipetieskan, ia enggan mengomentarinya. “Kasus ini ditangani Kasie Intel yang lama Simamora.”ujar M Harahap yang masih menjabat beberapa hari sebagai Kasie Intel.
Ditanya apa yang menjadi kendala sehingga berlarut-larutnya pengusutan kasus ini, ia enggan mengomentarinya. “Kami masih pengumpulan keterangan dalam kasus itu,”pungkasnya
Sebelumnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan bibit kopi Jamson Sagala kepada watawan di ruang kerjanya baru-baru ini mengakui adanya bibit kopi tersebut terkena penyakit. Hal itu katanya biasa dan dapat diatasi oleh kelompok petani penerima bibit tersebut. (SB 21)