MEDAN-SUMBER
Diam-diam, ternyata batin istri Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Sutiyas ‘menjerit’ juga ‘dimadu’ Gatot Pujo Nugroho. Sebab itu, Sutias meminta ketegasan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) soal prahara rumahtangganya. Gatot disebut kawin lagi dengan janda cantik anak satu, sejak dua tahun lalu.
“Benar, istri Gubernur Sumut ada meminta kebijakan Mendagri dan Presiden, soal dugaan kawin laginya Gubsu. Nanti kita ceking kapan surat dan laporannya masuk kemari ya. Tapi memang ada,” kata staf Humas Mendagri, Nur, Senin (1/9).
Diakui wanita berjilbab minta namanya diinisialkan Nur itu, Mendagri sendiri, Gumawan Fauzi memang sudah mengetahui Gatot kawin lagi.
“Ya, Pak Gumawan sudah tahu. Tapi kami sendiri mengira ada izin dari istri pertama Gubsu. Nah, sebab itu kami heran, kok ada pula surat istri Gubsu pada Mendagri, minta kebijaksanaan,” tambahnya, tak bisa memastikan kebijaksanaan yang bagaimana diminta Sutias, istri Gubsu tersebut pada Mendagri.
Catatan dan informasi diperoleh wartawan, Gubsu Gatot Pujo Nugroho selama ini memiliki seorang istri dan lima orang anak. Kelima anak Gatot adalah perempuan.
“Mungkin pingin punya anak laki-laki, makanya kawin lagi. Walau gitu, kan harus ada izin istri pertama,” kata Nur.
Di Sumut sendiri, informasi kawin laginya Gubsu dengan seorang janda, menimbulkan berbagai reaksi masyarakat. Ada yang memaklumi, namun lebih banyak yang mencibir. Soalnya disaat tingkat ekonomi masyarakat semakin parah, saat itu pula Gatot justru menambah tanggungan keluarga. Menikahi seorang wanita disebut-sebut seorang janda masih sepupu salah satu kepala daerah.
“Ya wajar lah, kan dia (Gatot,red) nggak punya anak laki-laki. Saya aja kalau dilamar Pak Gubsu nggak akan pikir panjang. Ya mau lah,” kata Puspawati (40), seorang janda anak dua, warga Krakatau, Medan.
Sama halnya tanggapan positif Mauliza (32). Janda anak satu yang tinggal di Pasar 6 Marelan Gang Persatuan tersebut, malah berharap dijadikan pembantu rumah tangga Gubsu juga dia bersedia.
“Siapa tahu Pak Gatot tertarik juga mempersunting saya, ya syukur kali. Tiap hari dilihatnya nanti di rumahnya, kan lama-lama ada harapan bagi saya,” harap Liza, panggilan Mauliza, dengan wajah sumringah.
Beda dengan ibu-ibu perwirid-an Kecamatan Medan Maimon. Farida (42) misalnya, spontan mencibir tindakan Gatot yang ‘menduakan’ istrinya, Sutiyas.
“Waktu hidup susah, yang kami dengar-dengar Bu Sutiyas yang menanggung hidup Pak Gatot. Begitu punya jabatan dan uang langsung kawin lagi. Wanita mana pun tak akan mau dimadu!” kesal Farida.
Gubsu Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Sutiyas, sampai saat ini belum bersedia menyampaikan pada publik, benar tidaknya wanita cantik sesuai foto yang beredar di sejumlah media, adalah istri kedua Gatot Pujo Nugroho.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut, Hidayatullah, mengaku pernah mendapatkan informasi dari sesama rekan partainya soal Gatot menikah lagi. Namun Hidayat mengaku tidak pernah menanyakan langsung kepada Gatot karena segan. Dia hanya berharap, Gatot segera memberikan keterangan tentang rumor tersebut.
Menurut Hidayat, seorang pejabat publik sebenarnya tidak dilarang memiliki istri lebih dari satu dengan catatan harus mendapat persetujuan dari istri pertama dan atasannya.
Namun, jika benar Gatot berpoligami, Hidayat mengerti kenapa sang Gubernur merahasiakannya dari publik. Pasalnya, beberapa kader PKS di pusat yang ketahuan memiliki istri lebih dari satu ternyata terlibat kasus korupsi, maka ada kecenderungan kader PKS untuk menjauhkan citra cinta perempuan dan uang dari partainya.
Jika memang berpoligami, lanjutnya, dia mendukung sikap yang ditunjukkan Presiden PKS Anis Matta yang terbuka tentang praktik poligami.
“Tapi, menurut saya, kalau benar (berpoligami), katakan benar. Kalau salah, katakan salah. Kader PKS harus siap dengan konsekuensinya walaupun persepsi masyarakat pada PKS akan buruk atau masyarakat akan sinis melihat PKS,” katanya.
Menurut Hidayat, praktik poligami tidak banyak dilakukan oleh kader PKS di Sumut. Sepanjang pengetahuannya, jumlah kader yang berpoligami tidak sampai lima orang. Rata-rata yang berpoligami adalah kalangan ‘berpunya’ atau berpoligami karena kondisi khusus. Hidayat sendiri menilai, idealnya pejabat publik tidak berpoligami.
“Yang pejabat, setahu saya tidak ada. Kalau memang rumornya betul, berarti baru Mas Gatot,” tandasnya.
Di tempat terpisah, pengamat politik Shohibul Anshor sangat menyesalkan jawaban Gatot. Menurutnya, Gatot tidak bisa seenaknya menyebut ‘jangan kaitkan urusan pribadi dengan jabatan Gubsu.
“Jangan kaitkan prilaku pribadinya dengan jabatannya sebagai Gubsu. Pernyataan ini sangat kita kesalkan, karena sewaktu kampanye Pemilukada (lalu) Gatot pernah melakukan ekspose untuk membantah kabar tentang poligami yang dilakukannya. Jadi saya minta Gatot jujur, karena prilaku seorang pejabat secara langsung atau tidak, pasti berkaitan dengan jabatan yang diembannya. Kalau prilakunya baik, jabatannya pasti dipandang baik oleh masyarakat,” beber Shohibul Anshor.
“Kehidupan pejabat publik, memang harus diatur. Ini agar perilaku pejabat tidak seenaknya sendiri. Pada hakikatnya seorang pejabat harus bisa mengendalikan diri agar tidak terjebak pada cara hidup yang mendorong perilaku koruptif. Seseorang yang mempunyai banyak istri bisa menjadi pendorong seorang pejabat untuk korupsi. Bahkan jumlah istri bisa menjadi indikator perilaku korupsi seorang pejabat. Kalau istrinya banyak, kan kebutuhan hidupnya jadi lebih besar dari pendapatan,” pungkasnya. (MS/ SB 06)