Bahasa Indonesia Terbukti ‘Usir’ Bahasa Penjajah Belanda

banner 468x60

MEDAN-SUMBER

Kebijakan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah bahasa dapat disebut dengan politik bahasa nasional. Dalam abad globalisasi ini, politik bahasa nasional harus diperkuat lewat pendekatan berbasis budaya.

banner 336x280

seminar coDemikian dikatakan Guru Besar antropolinguistik USU, Prof Robert Sibarani pada seminar Budaya Lokal, Politik Bahasa dan Multikulturalisme di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU, Rabu (10/9).

Dikatakannya, ada tiga masalah bahasa yang mesti mendapat perhatian di Indonesia, yakni bahasa etnik, bahasa nasional dan bahasa asing. Di samping sebagai alat komunikasi antar penutur pada setiap bahasa itu, bahasa etnik sangat penting dalam pelestarian kebudayaan dan pengetahuan etnik. Sementara bahasa nasional penting dalam persatuan dan penyebaran pengetahuan bangsa, sedangkan bahasa asing penting dalam penyerapan ilmu pengetahuan.

“Berkaca dari hal tersebut, seharusnya masyarakat kita adalah masyarakat multilingual yang sedikitnya menguasai satu bahasa etnik, bahasa nasional dan bahasa asing. Jika penanganan kebahasaan kita seperti sekarang ini, tampaknya situasi kebahasaan kita akan mengarah pada masyarakat monolingual atau bilingual saja,” katanya.

Lewat penguatan politik bahasa, diharapkan pelestarian dan arah kebijakan kebahasaan Indonesia semakin kuat sehingga bahasa etnik, nasional dan asing tadi dapat diterapkan di tengah masyarakat. Persoalan bahasa bukanlah persoalan bisa atau tidak bisa, namun biasa atau tidak biasa.

Prof Robert menjelaskan, politik bahasa nasional yang dilakukan oleh para pendiri bangsa telah berhasil menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Bahasa Indonesia adalah wujud politik bahasa yang terbukti dapat mengusir bahasa penjajah Belanda yang kini penggunaanya sudah tidak terdengar lagi di tengah masyarakat.

“Dalam kasus bahasa etnik hal itu bisa terjadi. Bila tidak dilestarikan, maka anak cucu kita akan kehilangan etnisitasnya dalam wujud lingual karena kalah  politik bahasa  dengan bahasa asing yakni bahasa Inggris yang kini mutlak dikuasai dalam era globalisasi,” katanya.

Prof Sibarani mengajak para akademisi untuk merenungkan arah kebijakan bahasa di fakultas itu. Arah kebijakan tersebut bisa dimulai dengan mengarahkan kajian-kajian bahasa dalam bingkai ilmu budaya.

Fakultas yang dahulunya Fakultas Sastra ini diharapkan Prof Sibarani menjadi rujukan keilmubudayaan di Sumatera Utara. Harus ada ‘benang merah’ yang bisa menghubungkan semua bidang ilmu di fakultas ilmu budaya.

Turut sebagai pembicara dalam seminar tersebut  Prof T Silvana Sinar dan Drs Taufan Damanik MA dengan moderator Dr Pujiati . Acara ditutup dengan pemberian cinderamata kepada para pembicara oleh Ketua Dies Natalis ke 49 FIB USU Drs Suwarto MHum. (SB 10)

banner 336x280