MEDAN – SUMBER
Penerbangan jenazah Ketua MPW PP Sumut, Anuar Shah SE dikabarkan terpaksa ditunda. Dimana, sesuai peraturan di kenegaraan Jerman, pengurusan dokumen jenazah pada Sabtu dan Minggu wajib diliburkan. Oleh karenanya, jenazah Aweng sapaan akrab tokoh pemuda Sumut itu diberangkatkan Senin (10/8) setelah selesainya pengurusan dokumen.
Hal ini dibenarkan salah seorang pengurus MPW PP Sumut yang enggan menyebut namnya kepada Kru Sumut Berita di rumah duka saat di temui. Seluruh kader dan simpatisan yang sebelumnya telah menunggu kedatangan jenazah almarhum baik di bandara maupun disepanjang jalan menuju rumah duka di jalan Kiwi No 80 AA, Medan Sunggal harus kembali menunggu pada Selasa (11/8) yang diperkirakan akan tiba di pagi hari. Dimana mengingat jarak tempuh penerbangan dari Jerman menuju bandara KNIA memakan waktu sekitar 18 jam lamanya.
Sebelumnya, dikabarkan jenazah Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumut, Anuar Shah (Aweng) masih berada di Jerman. Rencananya, jenazah akan tiba di Medan Minggu (9/8/2015). Ketua Srikandi MPW PP Sumut, Rosda, SE menuturkan, dengan meninggalnya Aweng, Sumut kehilangan sosok pemimpin muda yang energik. “Dia sangat energik dan menjadi panutan kami. Sosoknya merupakan betul-betul pemimpin. Secara pribadi, jujur saya merasa kehilangan sosok seorang pemimpin,” ujar Rosda ditemui di kediaman Aweng.
Menurutnya, Aweng merupakan pemimpin yang tegas dan bijaksana. Selain itu, dia juga disiplin dan loyal terhadap bawahannya. Dia pun selalu berpesan bahwa jabatan itu adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan, bukan kepada diri sendiri tetapi juga kepada Yang Maha Kuasa.
“Ditangan dinginnya kami mendapat pelajaran sosok bagaimana cara memimpin suatu organisasi. Dia selalu membimbing kami. Kami, tidak bisa berkata apa-apa dan belum ada yang bisa menggantikan sosok sepertinya,” tutur Rosda yang meneteskan air mata.
Ia melanjutkan, banyak yang telah diperbuat Aweng dari sisi positif. Dengan adanya Aweng, PP bisa berbuat banyak untuk masyarakat karena peduli sosialnya tinggi. “Dia selalu mengatakan kita juga bagian dari masyarakat. Oleh karenanya, selalu berbuat yang terbaik bagi masyarakat,” ucapnya.
Dikatakan Rosda, keinginan yang belum tercapai adalah memberantas narkoba. Dia ingin Sumut ini khususnya Medan, bebas dari narkoba. Untuk itu, dimulai dari kepengurusan organisasi yang dipimpinnya.
“Saya berpesan, apabila dia punya salah kepada siapa saja tolong dimaafkan,” imbuhnya. Tak jauh berbeda dengan Rosda, dikatakan Faisal Ramadhan Hasibuan, orang kepercayaan Aweng. “Beliau betul-betul mulai dari nol, bukan langsung memiliki harta yang melimpah. Dia selalu berpesan tidak ada yang tak mungkin di dunia ini, semua pasti bisa. Asalkan, jujur, mau berusaha dan beribadah/berdoa,” ungkapnya sembari menangis.
Selama hampir 5 tahun bersama Aweng, kata Faisal, banyak perubahan-perubahan yang dilakukan khususnya pada organisasi PP. Salah satu contoh, ketika turun-turun ke daerah, semua fasilitas, seperti hotel, kendaraan menggunakan uang sendiri. Di tidak mau memberatkan bawahannya, bahkan kalau bisa mempermudah.
“Kepeduliannya tinggi terhadap masyarakat. Setiap tahunnya rutin potong lembu pada punggahan dan lebaran haji. Begitu juga ketika sakit, beliau masih memikirkan orang lain. Terakhir, sebelum lebaran kemarin (24 Juli) dia sms untuk memberikan bantuan lebaran. Walaupun sakit, dia masih peduli,” ucapnya pria berbadan tambun ini.
Diutarakan Faisal, dia berpesan agar ibadah jangan pernah ditinggalkan. Jangan minum-minum dan jalani hidup sebaik-baiknya. “Setiap Jumat sedekah wajib. Setelah salat Jumat, beliau berziarah ke makam orang tuanya di Jalan Sei Deli,” tuturnya.
Menurut Faisal, Aweng merupakan sosok yang bisa memecahkan masalah dan memberikan solusi. Dia mencarikan dan membuka lapangan kerja bagi organisasi dan masyarakat lain. “Massa kepemimpinnnya harus bersih dari narkoba, dan semua pengurus dilakukan tes urine,” kata Faisal.
Dikatakannya, kepemimpinan yang diterapkan selalu mengutamakan kejujuran, etika atau sopan santun. “Sejak beliau sakit semua merasa kehilangan, karena memang sosok pe
mimpin. Dia pernah bilang, jangan pernah meminta, tetapi jika diberi silahkan,” ujarnya.
Semenjak kepemimpinannya, sambung Faisal, banyak perubahan yang dilakukan. Dia juga memiliki perhatian yang tinggi terhadap kesejahteraan anggotanya.
“Dulunya, PP ini terkenal dengan otot, omongan dan otak. Sejak dia memimpin, dirubahnya menjadi otak, omongan dan otot,” jelasnya. Ia menambahkan, jikalau tidak ada halangan Minggu (9/8) sore sekira pukul 16.00 WIB jenazah Aweng akan tiba di Medan.
Aweng lahir pada 11 November 1966, merupakan anak bungsu dari 16 bersaudara, 8 laki-laki dan 8 perempuan. Kepergiannya meninggalkan seorang istri, Mahasariyani dan empat anak, satu laki-laki, Firman Shah, dan tiga perempuan, Masita Shah, Fahni Shah dan Nazwa Sapira Maharani Shah.
Menyebut nama Aweng akan selalu identik dengan menyebut nama Pemuda Pancasila (PP). Memang, harus diakui pula, bila PP telah lama jauh berdiri sebelum Aweng melejit namanya. Namun, agaknya tak berlebihan pula bila membicarakan PP masa kini, maka nama Aweng mesti masuk di dalamnya.
PP merupakan organisasi yang lahir di masa pemerintahan Presiden Soekarno. Diketahui, pada Agustus 1961 di gedung Selecta Jalan Listrik Medan, Kerani Bukit, Ketua Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (sebuah organisasi yang didirikan oleh Jenderal AH Nasution), melantik dan meresmikan PP kota Medan dengan ketua Das Tagor Lubis. Pelantikan itu disaksikan HA Aziz mewakili Gubernur Sumut dan Mayor Hamid dari Koanda Sumatera Utara. Ketika itu jumlah anggota PP diketahui hanya sebanyak 40 orang.
Tugas PP waktu itu disebutkan untuk menjaga NKRI, mengawal dan mengamankan Pancasila daan UUD 45 dari rongrongan PKI beserta orang-orang yang ingin mengambil ideologi Negara RI. Militansi anggota PP Medan sangat menonjol, dan berbeda dengan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.
Setelah PP Kota Medan terbentuk, MY Efendi Nasution (lebih dikenal dengan sebutan Fendi Keling) ditahbiskan menjadi Ketua Umum Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) PP Sumut. Susunan jajaran pimpinan yaitu Daniel Mamora (ketua), Barik (ketua), Yansen Hasibuan (Sekretaris Umum), Rosiman (sekretaris) dan Klengki A (bendahara).
Nama Efendi pun melegenda. Menjelang lahirnya Orde Baru 1965-1966, PP memainkan peranan yang penting. PP merupakan salah satu garda terdepan dalam menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI). Nama-nama anggota PP yang juga naik daun di antaranya Yan Paruhum Lubis atau lebih dikenal Ucok Majestik.
Setelah penumpasan pemberontakan PKI, PP Sumut menyelenggarakan Mubes I dan Efendi Nasution terpilih kembali menjadi Ketua Umum sementara Sekjen dijabat oleh Drs Nur Achari. PP Sumut kemudian meneruskan kepemimpinannya dan nama-nama seperti Amran YS, Marzuki, Ajib Shah, Donald Sidabalok dan Anuar Shah dikenang orang sebagai legenda-legenda dalam tubuh PP. Dan kini, Anuar Shah telah wafat. Dan tentu, tidak hanya anggota PP saja yang berduka melainkan juga banyak orang. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Selamat jalan, Ketua.
- KRISTOP