MEDAN – SUMBER
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp6,2 Miliar yang menimpa bos media cetak terbitan Medan Harian Metro 24, H. TM Razali, bakal berbuntut panjang. Pasalnya, dinilai telah menghentikan penyidikan kasus tersebut, Polda Sumut akhirnya di praperadilan (prapid) kan ke Pengadilan Negeri Medan.
Melalui kuasa hukumnya, Julheri Sinaga SH didampingi Husni Thamrin Tanjung SH, Sofyan Taufik SH, Mhd. Adlin Ginting SH MH dan Ruslan Purba SH, memprapidkan mantan Kapoldasu Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo. Hal itu disampaikan oleh Julheri saat ditemui wartawan di kantornya, Jumat (18/9/15) siang.
Dikatakan, kliennya H. TM Razali (76) warga Jalan Paduan Tenaga No. 2B Kelurahan Kota Matsum III, Kec. Medan Kota telah melaporkan tindak pidana penipuan dan penggelapan ke Poldasu dengan Nomor STTLP/196/II/2015/SPKT”I” tertanggal 19 Februari 2015 dengan terlapor H. Sulaiman Ibrahim.
Dilaporkannya H. Sulaiman Ibrahim karena telah memberikan uang berbentuk cek dari Bank BRI Syariah untuk menghapus hutang. Namun, saat cek tersebut ditukarkan dengan uang, ternyata saldo rekening H. Sulaiman tidak mencukupi, sehingga H. TM Razali merasa dirinya dibohongi. Terlapor dinilai tidak memiliki niat baik untuk melunasi hutangnya.
Dikatakan, saat kasus ini ditangani, antara korban dan terlapor dilakukan konfrontir. Ternyata ada yang ganjil, kepolisian dinilai sangat memihak kepada terlapor. Hal ini terlihat ketika acara konfrontir selesai dan korban pulang. Tiba-tiba korban kembali dipanggil untuk datang ke Poldasu dan diminta menjumpai Kanit III Harda Tahbang Ditreskrimum Poldasu, RA Purba.
“Menurut RA Purba, awalnya ada keterangan yang mengakui adanya bunga dan tiba-tiba saja berubah menjadi tidak ada. Ini membuat klien kami curiga,” jelasnya.
Selain itu, katanya, terlapor melalui RA Purba juga melakukan proses keinginan berdamai sekira 25 Mei 2015 dan membawa sejumlah uang. Disini korban diminta datang ke Poldasu dan diminta untuk menyaksikan penghitungan uang dengan menggunakan mesin penghitungan uang.
Setelah penghitungan selesai, Juru Periksa (Juper) kasus tersebut menyodorkan surat perdamaian agar korban mencabut laporannya. Namun, karena bunyi perdamaian tersebut tidak sesuai maka korban menolak untuk berdamai.
Anehnya, pada tanggal 12 Agustus 2015 lalu, korban mendapat surat Pemberitahan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Poldasu yang menyatakan bahwa laporan korban dihentikan dengan alasan tidak adanya pidana dalam kasus tersebut. Korban merasa terzolimi karena dinilai memihak kepada terlapor.
“Tindakan yang dilakukan Poldasu secara hukum tidak profesional, karena Poldasu tidak mengkaji unsur dari tindak pidana yang dilaporkan oleh korban. Selain itu, adanya bukti cek kosong jelas-jelas membuktikan bahwa korban telah ditipu karena cek yang diberikan untuk membayar hutang ternyata kosong,” katanya.
Menurut Julhery, Poldasu memang mempunyai kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Akan tetapi, katanya, harus diteliti dan dipelajari terlebih dahulu perkara itu, apakah layak dihentikan atau tidak.
“Bukti yang diberikan korban sudah cukup dan mempunyai kekuatan bukti yang sempurna. Apa alasan Poldasu atau penyidik mengatakan bahwa laporan korban bukan merupakan tindak pidana? Pokok perkara ini menyangkut cek kosong, sehingga korban atau klien kami menjadi tertipu. Tindakan penyidik Poldasu yang menghentikan laporan korban merupakan perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Untuk itu, Julhery Sinaga SH dan Partner memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Medan untuk mengabulkan permohonan prapid dan segera menggelar sidang agar nantinya kasus itu kembali ditindaklanjuti oleh kepolisian. Ia menilai, penghentian penyidikan laporan polisi No LP/196/II/2015/SPKT”1″ tertanggal 19 Februari 2015 sebagaimana termuat dalam surat termohon tertanggal 12 Agustus 2015 No B/1039/VIII/2015/Ditreskrimum adalah tidak sah.
“Kami juga meminta agar laporan penipuan tersebut segera dilimpahkan ke Kejaksaan dengan terlebih dahulu menetapkan tersangka dalam perkara tersebut,” ujarnya.
Sementara, Kanit III Harda Tahbang Ditreskrimum Poldasu, Kompol RA Purba saat ditemui, Senin (21/9/15) membenarkan pihaknya diprapidkan. “Saya sudah tahu kalau kami diprapidkan karena menghentikan kasus penipuan dan penggelapan yang dilaporkan H TM Razali. Saat ini proses prapidnya masih berjalan,” ujarnya.
Perwira satu melati emas ini mengaku tidak gentar menghadapi sidang prapid tersebut dan mengaku sangat menghormati proses hukum. Lantas, apakah kasus tersebut sudah di SP3 kan oleh Poldasu? Ya, menurut RA Purba, kasus itu tidak cukup bukti dan lebih mengarah ke perdata. “Kasusnya perdata dan tidak cukup bukti, makanya dihentikan,” ujarnya.
- SOEKRY