RANTAUPRAPAT – SUMBER
Kasus penganiayaan wartawan yang dilakukan oleh Adam Siregar, supir pribadi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat, Tumpal Sagala SH pada 24 Juli silam, diduga tak kunjung diproses penyidik Satreskrim Polres Labuhanbatu. Lambannya penuntasan perkara yang melibatkan oknum penegak hukum tersebut dinilai Ketua Team Relawan Bara JP Rantauprapat diintervensi pihak lain.
Penekanan tersebut sangat terlihat jelas, pasalnya hingga kini pelaku pemukulan tak kunjung diproses secara hukum. Itulah yang dikatakan Porden Maslan Naibaho SH selaku Ketua Team Relawan Bara JP Rantauprapat. “Saya melihat dalam SP2HP tertanggal 10 Agustus 2015, penyidik Polres Labuhanbatu menciptakan kesulitannya sendiri dengan memunculkan surat edaran (SE) Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2002 tentang pejabat pengadilan yang melaksanakan tugasnya (yustisial-red) tidak dapat diperiksa, baik sebagai saksi atau tersangka. Sementara, maksud dari surat edaran tersebut diperuntukan untuk mengayomi penjabat pengadilan dari masyarakat pencari keadilan yang tidak dapat menerima kenyataan atas tugas yang dilakukan oleh pejabat pengadilan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan (eksekusi),” kata Porden Maslan Naibaho.
Lanjut Porden, dirinya dapat memaklumi dan menerima hambatan tersebut jika SE MA Nomor 4 Tahun 2002 tersebut dijadikan alasan Ketua PN Rantauprapat sebagai jawaban atas pemanggilan sebagai saksi. Namun, sesuai SP2HP tanggal 10 Agustus tersebut, dicantumkannya SE MA Nomor 4 Tahun 2004 sebagai hambatan tanpa didasari alasan yang jelas.
“Apa dasar dicantumkannya surat edaran Mahkamah Agung itu sebagai hambatan penyidikan? Adakah Ketua PN Rantauprapat menolak diperiksa sebagai saksi dengan alasan surat edaran dimaksud? Kalau tidak ada, layaklah masyarakat berprasangka penyidik diintervensi,” sebut Porden Maslan Naibaho.
Selain itu, Porden Maslan Naibaho menyebut penyidik Polres Labuhanbatu seakan mempertontonkan kebodohan dalam melakukan proses penyidikan perkara Nomor LP/1059/VI/2015/SU/RES-LBH tanggal 24 Juni 2015. Dimana SP2HP perkara tertanggal 10 Agustus 2015 masih tahapan penyelidikan, sementara surat perintah penyidikan nomor SP.Sidik/743/VI/2015/Reskrim telah diterbitkan pada tanggal 24 Juni 2015.
“Sesuai keterangan korban, Lamhot J Sitorus, hingga saat ini penyidik masih memberikan 2 SP2HP yang pada intinya menjelaskan perkara tersebut masih tahap penyelidikan, bukan penyidikan. Anehya, surat perintah penyidikan sudah terbit pada tanggal 24 Juni 2015. Jangan mempertontonkan kebodohanlah didepan publik,” kata pentolan Relawan Bara JP ini.
Dia meminta agar Kapolres, AKBP Teguh Yuswiardhie melaksanakan tugasnya secara professional agar tidak merusak citra Polri di Resor Labuhanbatu. Pasalnya, penyidikan yang berlarut-larut tanpa dasar yang jelas dapat menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan supremasi hukum.
Di tempat terpisah, Kasat Reskrim Resor Labuhanbatu, AKP Hady S Siagian saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (19/10) lewat sambungan seluler, tidak dapat tersambung. Hal senada dikatakan oleh Ketua Badan Musyawarah Cendekiawan Labuhanbatu Abi Jumroh Harahap SH MKn kepada wartawan saat diwawancara mengatakan, seharusnya pejabat Dewan Pers dimintai keterangannya sebagai saksi ahli dalam hal ini.
Setelah mendapatkan keterangan dari Dewan Pers, baru bisa disimpulkan akan perkara ini. Selain sangkaan pidana penganiayaan, dalam perkara itu juga berkaitan dengan pelanggaran Undang-Undang Pers tentang menghalang-halangi pelaksanaan tugas jurnalistik.
“Untuk memastikan adanya unsur pidana atau menghalangi tugas jurnalistik, perlu ada keterangan saksi ahli dari Dewan Pers. Kami minta agar kasus ini segera diusut tuntas, karena korban dianiaya saat menjalankan tugas jurnalistik,” tegas Abi Jumroh.
- FENDRI