Pengungsi Lirik Tanah Seluas 250 Ha di Desa Manuk Mulia

banner 468x60
TANAH KARO – SUMBER
Perwakilan para pengungsi di atas lahan seluas 250 hektar, usai melihat lahan yang cocok dijadikan relokasi mandiri. SUMBER/pardi simalango
Perwakilan para pengungsi di atas lahan seluas 250 hektar, usai melihat lahan yang cocok dijadikan relokasi mandiri. SUMBER/pardi simalango

Warga pengungsi asal empat desa diantaranya Desa Guru Kinayan, Berastepu, Kuta Tonggal dan Gamber, mulai melirik calon lahan relokasi di Desa Manuk Mulia, Kecamatan Tiga Panah, Senin (1/8/2016).

Tanah seluas 235 hektar untuk lahan pertanian dan 15 hektar untuk lahan perumahan itu, mulai menarik perhatian warga pengungsi, dikarenakan persoalan rencana lahan relokasi di Desa Lingga tak kunjung selesai dan telah menuai pro dan kontra.

banner 336x280

Apalagi, bentrok berdarah antara polisi dengan warga Desa Lingga yang tidak terelakkan, Jumat (29/7/2016) malam, yang dipicu pencabutan dan pengrusakan pagar batas jalan menuju Desa Lingga oleh pengembang, sedari awal sudah ditolak oleh warga desa setempat.

Menurut Eddy Barus (40) selaku pemegang kuasa tanah seluas 250 hektar yang ditemui SUMUTBERITA di lokasi menjelaskan, pihaknya menyediakan tanah seluas 235 hektar untuk lahan pertanian dan 15 hektar untuk lahan perumahan. Tanah tersebut terbagi dalam tiga desa yang bertetangga yakni Desa Manuk Mulia, Aji Nembah dan Lau Riman.

Dijelaskan, akses jalan menuju ke lokasi tersebut pun sudah layak yakni selebar 6 meter. Rencana itu juga sudah mendapat persetujuan dari warga dan perangkat desa ketiga desa, sehingga tidak ada lagi masalah. Bahkan, kata dia, pihaknya sudah membuat kesepakatan MoU dengan ketiga perangkat desa masing-masing.

“Pada prinsipnya warga ketiga desa ini welcome. Namun tolong karateristik dan budaya ketiga desa dihormati, bila nantinya lahan ini disepakati dijadikan lahan relokasi mandiri, baik untuk perumahan maupun untuk lahan pertanian. Belajar dari kasus Desa Lingga, kita tidak ingin hal itu terulang kembali. Mari kita semua bertindak dewasa dan berpikir jernih, agar persoalan pengungsi selesai dan kedepan tidak ada lagi masalah,” tuturnya.

Dipaparkan, di lahan perumahan ini nantinya dibangun rumah type 36 tahan gempa dengan ukuran 6 X 16,7 dengan fasilitas dua buah kamar tidur, ruang tamu, dapur, kamar mandi, teras, tempat jemuran, halaman, taman dan tempat parkiran mobil (karpot). Fasilitas umum juga disediakan, diantaranya rumah ibadah seperti gereja dan mesjid, sekolah dasar, jambur dan puskesmas.

Namun, lanjutnya, rumah yang akan dibangun nantinya tidak hanya untuk warga pengungsi, tapi juga berlaku untuk umum. Dikatakan, menyangkut lahan pertanian seluas 235 hektar, jika nanti dibutuhkan lebih luas lagi, masih bisa ditambah.

“Itu sudah kita siapkan. Bahkan lahan pertanian ini nantinya, ada yang sudah ditanami jeruk dan tanaman-tanaman lainnya. Sebagian ada juga yang masih lahan tidur,” ujar Eddy Barus sembari menambahkan kantor pusat informasi terkait lahannya seluas 250 hektar berada di Kabanjahe Plaza di kios nomor 6.

Sementara, puluhan pengungsi asal empat desa yakni Antonius Surbakti (40), Jepri Sinulingga (34), Lili br Sembiring (38), Nia br Sembiring (38), Dahliana br Ginting (39), Pendi Sitepu (42), Jepplen Sembiring (31) dan Asmara Hadi S (38) seluruhnya warga Desa Guru Kinayan. Rinal Purba (32), Rinda Purba (31), Nius Purba (29) ketiganya warga Desa Gamber, mengaku merasa tertarik dengan lahan tersebut.

Menurut mereka, lahan tersebut memiliki kelebihan dibanding lokasi lain. Karena di lokasi ini disediakan lahan pertanian. Apapun ceritanya, kata mereka, dalam rencana relokasi mandiri yang paling penting adalah lahan pertanian.

“Nah, apalagi perumahan yang akan dibangun nantinya disini berdekatan dengan lahan pertanian dan juga tidak terlalu jauh ke pusat pasar hasil bumi di Tiga Panah maupun ke Kabanjahe, jarak tempuh hanya 20 menit,” ujar Antonius Surbakti mewakili rekannya.

  • PARDI SIMALANGO
banner 336x280