Catatan: Pardi Simalango, ST/ Pemimpin Redaksi SUMUTBERITA.com
Mengawali tahun 2024, masyarakat di Kabupaten Karo dikejutkan dengan kenaikan tarif pajak, retribusi, dan cukai yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 01 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kenaikan besaran retribusi ini dinilai mengorbankan para pedagang secara khusus.
Sontak, kenaikan retribusi ini ditentang keras para pedagang. Hal ini ditandai dengan aksi damai yang dilakukan di depan gedung DPRD Karo belum lama ini. Wajar saja, besaran retribusi yang disahkan eksekutif dan legislatif cukup fantastis mencapai 750 persen. Pemkab berdalih, hal ini untuk peningkatan PAD.
Hal yang sama juga diberlakukan untuk sektor objek wisata dan parkir. Padahal diketahui secara umum, fasilitas untuk kedua sektor ini sangat jauh dari kata layak. Apalagi untuk objek wisata secara khusus, dugaan pungutan liar dalam pengutipan karcis masuk masih acap kali terjadi. Ini sudah berkali-kali dikeluhkan wisatawan.
Bukan itu saja. Kenaikan tarif ini juga tidak pantas mengingat minimnya fasilitas dan kumuhnya sejumlah lokasi wisata yang ada di Kabupaten Karo. Ya, ini terjadi karena Pemkab Karo tidak pernah serius untuk membenahi seluruh kawasan wisata. Pemkab hanya jago dalam urusan kutip mengutip.
Hingga menjelang berakhirnya masa jabatan Bupati Karo Cory Sriwaty br Sebayang dan Theopilus Ginting pada tahun ini, seluruh kawasan objek wisata nyaris tak mendapat penanganan yang berarti, baik dari segi pelayanan, pendapatan maupun fasilitas. Sebagai contoh, objek wisata puncak Gundaling di Berastagi yang tak terawat dan jorok.
Ya, tanpa adanya kenaikan tarif saja, fasilitas penunjang yang ada saat inipun dinilai belum layak dengan tarif yang selama ini di patok. Belum lagi soal kutipan parkir di sejumlah lokasi wisata. Minimnya pengawasan dari Dinas Perhubungan soal tarif parkir objek wisata, kerap kali menjadi persoalan.
Demikian halnya soal parkir di pusat kota. Lihat saja di Jalan Veteran Berastagi dan Jalan Kapten Bangsi Sembiring Kabanjahe. Parkir semrawut dan berlapis hingga kini belum mendapat solusi dari Pemkab Karo. Kondisi ini kian parah sejak kepemimpinan Cory – Theo. Wajah kedua pusat kota ini semakin kumuh, padat, dan semrawut.
Kondisi terparahnya ada di Jalan Kapten Bangsi Sembiring di kawasan Pusat Pasar Kabanjahe. Parkir roda empat hingga lapis tiga, ditambah pedagang musiman di tengah badan jalan, parkir sepeda motor, becak barang yang melintas dari arah berlawanan, dan trotoar yang dijadikan tempat jualan, seolah tak terlihat oleh Pemkab Karo.
Rentetan permasalahan terkait kondisi tersebut kian menguatkan alasan atas penolakan kenaikan tarif pajak, retribusi, dan cukai. Apalagi, rencana kenaikan ini sama sekali tidak disosialisasikan sebelumnya oleh Pemkab Karo. Wajar saja bang Dikson Pelawi selaku pelaku wisata melontarkan kritik ke Pemkab Karo melalui sejumlah media.
Mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Karo, Dairi, dan Pakpak Bharat ini menegaskan jika sosialisasi mutlak dilakukan jika ada rencana kenaikan harga atau tarif dari pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar pedagang, pelaku wisata, dan masyarakat secara umum, tidak salah tanggap.
“Sosialisasikan terlebih dahulu. Terus dengarkan kritikan dan masukan masyarakat, pedagang dan pelaku wisata, agar dapat menjadi bahan evaluasi. Sepengetahuan kita, kalau ada rencana kenaikan retribusi, biasanya ada masa sosialisasi setidaknya dua tahun setelah Perda disahkan. Kesepakatan bisa dilakukan setelah ada uji kelayakan dari beberapa sudut pandang baik dari kalangan akademisi, pelaku usaha dan tokoh masyarakat terkait usaha yang tengah digelutinya. Bukan bawa sornya sendiri,” kecam Dikson Pelawi.
Ia menyebut, sosialisasi juga harus sampai ke para jasa tour and travel dan yang lainnya, sehingga tidak ada disinformasi di masyarakat. Selain itu, kata dia, hal terpenting harus dibarengi dengan perbaikan fasilitas dan kualitas pelayanannya dulu.
“Lagi pula kenaikan ini kan lucu. Fasilitas milik pemerintah sangat minim, lokasi jorok, dan ekonomi rakyat lagi lesu atau morat marit. Kalau tetap dipaksakan dan orientasinya profit, wajar masyarakat menolak. Jadi kualitas pelayanan harus diperhatikan, juga untuk menghindari pungli dan kebocoran PAD,” tegasnya.
“Kalau masyarakat keberatan dan menolak sampai menggelar aksi unjuk rasa, bisa saja dibatalkan oleh Pemprovsu,” pungkasnya.
Teranyar, puluhan pedagang Pusat Kabanjahe menegaskan tetap menolak kenaikan tarif pajak, retribusi, dan cukai. Mereka menilai gagasan Pemkab Karo yang direstui DPRD Karo ini, sangat-sangat menindas pedagang.
“Sejak menjabat, tidak ada kemajuan yang dibuat bupati untuk Tanah Karo. Malah semakin hari semakin hancur. Padahal janji-janji kampanyenya dulu banyak kali di sini. Kalau urusan duit gini, bupati nggak peduli kita menderita. Bupati Karo bengis,” kecam pedagang saat ditemui SUMUTBERITA.com, Senin (22/1/2024).
Mereka menilai, kenaikan tarif retribusi akan mengalami banyak dampak, baik bagi pedagang maupun pembeli. Mereka mengecam Bupati dan DPRD Karo yang bertindak semena-mena. “Bupati dan Ketua DPRD Karo sama-sama perempuan. Posisi mereka layaknya seorang ibu yang selalu melindungi. Tapi dua-duanya kok kayak ibu tiri?,” kecam para pedagang.
Mereka menduga, rencana kenaikan tarif ini sarat nuansa konspirasi antara pihak eksekutif dan legislatif. “Tujuannya kan menaikkan PAD, berarti ini ceritanya provit. Jangan-jangan sebelum disahkan, Pemkab dan DPRD Karo sudah ada kongkalikong, sudah ada cerita angka. Kok kami jadi sapi perahan?,” kata mereka***