KARO, SUMUTBERITA.com – Miris, belum usai permasalahan perpindahan Rumah Sakit Umum (RSU) Kabanjahe, yang masih ‘Numpang’ di lahan milik Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).
Kini mencuat lagi masalah lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang disewa Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DLH) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo di simpang Desa Nangbelawan, Kecamatan Simpang Empat.
Pasalnya, lokasi TPA yang belum habis masa kontraknya, tapi sudah dipindahkan ke lokasi baru yang tak jauh dari TPA yang lama.
Informasi yang dihimpun tim media SUMUTBERITA.com, Senin (07/04/2025) sekira pukul 13.00 WIB, TPA terlihat masih berada di kawasan yang sama dan hanya digeser ke lokasi berbeda yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi lama.
Beberapa Pekerja Harian Lepas (PHL) yang ditemui di lokasi membenarkan jika TPA itu telah dipindah sejak dua bulan yang lalu. Mereka mengaku tidak mengetahui apa penyebab perpindahan lokasi TPA, yang masih punya sisa kontrak sekitar hampir setahun itu.
“Kami enggak tahu apa masalah kenapa langsung dipindah. Padahal kontraknya (tempat lama) belum habis. Kami cuma pekerja lapangan. Masalah kontak itu tanya saja langsung ke kantor. Kabarnya kontraknya diputus sepihak,” ungkap PHL yang minta namanya tidak ditulis.
Biaya Kontrak Rp 40 Juta Per Tahun
Di tempat terpisah, salah seorang sumber mengungkap jika biaya kontrak untuk lahan TPA di simpang Desa Nang Belawan sebesar Rp 40 juta per tahun. Untuk lokasi TPA yang baru, sumber menyebut bahwa Dinas Lingkungan Hidup Karo telah melunasi pembayaran biaya kontrak selama setahun.
“Kalau dari Dinas Lingkungan Hidup sendiri, kita belum tahu berapa biaya yang dianggarkan untuk kontrak atau sewa lahan TPA itu. Namun dari data kita terima, pemilik lahan itu menerima pembayaran kontrak 40 juta rupiah per tahun,” ungkap sumber.
Meski demikian, ia mempertanyakan perihal sisa kontrak yang masih tersisa di lahan TPA yang lama. Karena, menurutnya, Dinas Lingkungan Hidup harus dapat menjelaskan laporan pertanggung jawaban anggaran terkait pengelolaan sampah di Karo.
“Persoalan sisa kontrak ini harus segera dituntaskan Dinas Lingkungan Hidup sebelum jadi persoalan nantinya. Karena terlepas dari adanya dugaan persoalan antara pihak Dinas Lingkungan Hidup dengan pemilik lahan, tetap saja itu menyangkut anggaran pemerintah,” ucapnya.
Gaji PHL Dipangkas
Terlepas dari persoalan pemindahan lokasi TPA dan sisa kontrak, ternyata ada persoalan lain di Dinas Lingkungan Hidup. Beberapa PHL mengaku jika gaji mereka mendapat pemotongan dari kantor sejak bulan Januari 2025 lalu.
“Sebelumnya per tanggal 28 setiap bulan, saya mendapat gaji Rp 3,3 juta sebagai supir pengangkut sampah. Mulai Januari saya hanya mendapat Rp 2,6 juta. Kalau per tanggal 31 setiap bulan, dulu saya mendapat Rp 3,6 juta, sekarang hanya Rp 2,9 juta,” ungkap seorang PHL.
Sebelumnya, ia mengaku sudah mempertanyakan penyebab pemangkasan gaji tersebut ke pihak Dinas Lingkungan Hidup. Namun petugas penggajian hanya menyebut itu merupakan kebijakan dari atas.
“Kami di sini semua sedih dan kecewa atas pemotongan gaji kami. Apalagi yang bekerja di sini rata-rata sudah berumah tangga. Dengan jumlah gaji yang kami terima sekarang sangat sulit bagi kami membiayai kebutuhan rumah tangga kami,” ungkapnya.
PENULIS: RED