LAPORAN : SEMPURNA/ JOHN – KABANJAHE
Tugas utama Pers di era Reformasi agar senantiasa ikut serta memberantas KKN, membuka forum komunikasi yang sehat hingga terjadi proses dialektika antara masyarakat dan pemerintah. Proses dialektika inilah yang akan menyebabkan terjadinya interaksi sehat bagi para Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri, Presiden, dan anggota DPR dalam setiap pengambilan keputusan.
Sehingga setiap kebijakan atau keputusan yang diambil dijamin akan efektif karena telah melalui proses mekanisme demokrasi yang benar.Bukankah inilah esensi demokrasi?.
Hal ini tentu saja bukan hanya berlaku untuk tataran nasional atau regional tapi juga di tingkat lokal sekalipun. Untuk itula Dewan Pers senantiasa mengingatkan wartawan agar terus menjadi insan pers yang amanah dan profesional, karena bangsa ini membutuhkan insan-insan pers yang bukan saja cerdas dan visioner tapi juga senantiasa tetap tegar menjaga integritas dan kredibilitasnya apalagi menerima suap karena itu sudah menyalahi kode etik jurnalistik.
Hal itu diungkapkan Ketua KWRI Kabupaten Karo Nampati Tarigan kepada wartawan, Minggu (12/8) di Kabanjahe terkait merebaknya isu-isu bahwa sejumlah wartawan di Tanah Karo sedang berupaya menggadaikan harga diri dan media masing masing kepada penguasa untuk tidak meliput kegiatan bupati dan SKPD yang dianggap bobrok.
“Wartawan harus tetap terlepas dari pengaruh kekuasaan politik praktis dan tidak menerima suap harus tetap dijaga sampai kapanpun.
Namun kalau sampai ini terjadi kepada insan-insan pers di Bumi Turang ini, berarti kode etik jurnalistik tak berlaku lagi bagi insan-insan pers di Bumi Turang yang bertugas meliput kegiatan kinerja pemerintah Kabupaten Karo,”tegas ketua KWRI Kab Karo mengakhiri.
Menanggapi hal ini ketua LSM BAKINDO Kab Karo Alben Sinurat angkat bicara, “Wartawan-wartawan yang masuk dalam lingkup itu, disebut wartawan dengan istilah wartawan “Bodrex”, sedangkan penanganan kasus istilah wartawan “Bodrex” bukan menjadi wilayah Dewan Pers, mengingat praktek mereka bukan terkait dengan jurnalisme, melainkan untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara-cara tidak terpuji dan hal ini bahkan menjadi sengketa bisnis diantara “wartawan”yang merangkap sebagai “pelaku bisnis,”ungkapnya.
Menurutnya, “Kalau memang benar isu suap yang beredar ini ada, bahwa beberapa wartawan yang terpilih dan disuap Rp. 1 Jt perbulan oleh Pemkab Karo, hal ini berarti sudah menyalahgunakan profesi wartawan, artinya menerima suap adalah tindakan yang mengambil keuntungan pribadi dan hal ini akan menimbulkan perpecahan diantara wartawan yang bertugas di Kabupaten Karo,” imbuhnya mengakhiri.
Hasil infestigasi sejumlah wartawan di Karo selama sepekan terakhir ini bahwa, sejumlah 15 wartawan dari berbagai media disebut sebut menawarkan diri dan Media masing masing kepada penguasa Pemkab Karo dapat bekerja sama dan tidak akan menyoroti kinerja Bupati Karo yang nantinya dianggap amburadul. Salah satu dari wartawan seluruh Media yang terendus bersedia menjadi penjilat Pemkab Karo ialah wartawan Media ini juga.
Sementara pihak Pemkab Karo melalui Humasnya maupun melalui Bagian Infokom Pemkab Karo, Robet Perangin Angin belum bersedia memberikan keterangan secara langsung tentang kebenaran informasi yang beredar. Tetapi mereka tak membantah bahwa beberapa hari lalu tepatnya, Jumat sejumlah wartawan mengadakan rapat tertutup dengan pihak Pemkab Karo itu sendiri.
Guna kebenaran informasi adanya niat sejumlah wartawan di Karo berupaya melacurkan diri dan medianya masing masing kepada penguasa akan menjadi priorotas kru Koran ini untuk menelusuri kebenarannya.