SUMUTBERITA.COM, Medan – Desa Barung-Barung, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, tengah melakukan upaya pemberdayaan kaum wanita. Kegiatan ini digerakkan oleh kelompok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Dalam upaya ini, sasaran pihaknya adalah meningkatkan pembangunan pedesaan yang juga diperlukan pada rumah tangga pedesaan meliputi segala kegiatan anggotanya, sumber penghasilan dan berbagai masalah yang dihadapi oleh perempuan desa dengan memberikan kegiatan-kegiatan dalam kelompok seperti keterampilan.
“Pemberian keterampilan meliputi menjahit busana dan membordir. Ini dapat memberikan bekal wawasan yang lebih luas bagi perempuan. Keterampilan yang dimiliki perempuan dapat dikembangkan menjadi sebuah usaha rumah tangga khususnya di desa,” tutur Kepala Desa Barung-Barung, Ilyas Efendi.
Menurutnya, kaum perempuan merupakan subjek yang dapat dikembangkan potensinya dalam rangka meningkatkan peran dan tanggungjawab dalam pembangunan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Ini merupakan hal penting yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Selama ini, kegiatan kelompok PKK di Desa Barung-Barung hanya meliputi kegiatan arisan dan pertemuan pertemuan rutinitas saja. Hal ini berdampak pada rasa bosan bagi anggotanya, sehingga jumlah keanggotaan yang aktif di kelompok PKK menjadi surut,” jelasnya.
Sebagai bentuk keseriusan dalam upaya tersebut, pihaknya telah mengalokasikan anggaran bersumber dari Dana Desa (DD). Dana tersebut sudah dimanfaatkan untuk membeli tiga buah mesin bordir. Ini diharapkan dapat membangun kreativitas serta upaya peningkatan perekonomian.
Dengan adanya mesin bordir tersebut, maka kegiatan PKK diaktifkan kembali. Anggota dilatih membordir dengan tutorial oleh seorang anggota yang telah mampu membordir secara sederhana. Meski demikian, kata dia, kegiatan tersebut tidak berlangsung lama.
“Hal ini menyebabkan anggota kelompok PKK merasa kegiatan tidak efektif karena mesin jahit tidak sebanding jumlahnya dengan anggota kelompok. Disamping itu, kerajinan yang dibuat tidak memiliki nilai inovasi dan kreasi, hanya sebatas model yang telah dibuat secara turun menurun,” katanya.
Mengingat hal ini harus dikembangkan melalui inovasi guna dapat bersaing dengan produk-produk sejenis, akhirnya pihaknya menggandeng pakar di bidang tata busana dari Univesitas Negeri Medan (Unimed) yang secara kebetulan tengah melakukan pendampingan di desa tersebut.
“Alhasil, upaya ini akhirnya menuai perubahan yang cukup berarti. Selain modal semangat kreasi dan inovasi modernitas kain songket dapat terlihat, limbah songket yang selama ini terbuang juga dapat dimanfaatkan menjadi aksesoris yang memiliki nilai ekonomis,” paparnya.
Menanggapi itu, Ketua Program Kemitraan Dra. Halida Hanim M.Pd didampingi anggota tim Dra. Armaini Rambe M.Si dan Fauziah Agustini SE MBA mengungkapkan bahwa potensi Kabupaten Batubara sebagai penghasil songket terbesar di Sumut, merupakan sebuah modal dasar untuk mengembangkan produk tersebut menjadi komoditi produk unggulan daerah.
“Songket Batubara merupakan bagian dari warisan budaya melayu yang harus tetap dilestarikan. Akan tetapi, apabila tidak dikombinasikan dengan daya kreasi dan inovasi, produk ini akan dilupakan masyarakat modern karena tidak memiliki variasi bentuk yang kekinian. Oleh karena itu, kita berikan sedikit warna kreasi pada produk dan olahan limbah sehingga menjadi produk yang diminati masyarakat,” pungkas Dosen Fakultas Teknik tersebut.
Ia menjelaskan, program Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang dilaksanakan oleh Dosen Unimed akan melakukan pendampingan terhadap kerajinan. Dengan demikian, Batubara benar-benar menjadi sentra kain songket yang menjadi produk unggulan daerah.
“Songket Melayu harus jadi tuan di negeri sendiri. Sinergis dengan program Kabupaten Batubara, tinggal memberikan keyakinan kepada ibu rumah tangga bahwa hasil dari menenun songket, dapat menjadi mata pencaria. Selain itu, melihat potensi pasar yang begitu terbuka. Dimana sepanjang pesisir pantai timur, puak melayu mendominasi,” tutup Halida.
Penulis : Irfandi
Editor : Pardi Simalango