LABUHAN BATU- SUMBER
Beginilah salah satu potret kehidupan masyarakat miskin yang ada di Kab. Labuhanbatu. Adalah Leni Hasibuan (40) dan ke empat anaknya Wahyu (14) kelas satu SMP, Tio (11) kelas empat SD, Tasya (9) kelas empat SD, Angga (7), warga Desa Sei Sentosa, Kec. Panai Hulu. Sangkin miskinnya keluarga kecil ini terpaksa tinggal di sebuah gubuk reot dengan atap bolong dan berlantaikan tanah.
Janda empat anak ini ditinggal suaminya Eko Sahputra (42) sekitar 7 tahun lalu. Sejak anaknya Angga masih dalam kandungan, ia terpaksa banting tulang untuk membesarkan dan menghidupi anak-anaknya itu dengan menjadi buruh serabutan kuli cuci di rumah orang lain.
Pantauan SUMBER, gubuk tidak layak huni itu terlihat sudah sangat rapuh. Bagian belakang dan depannya sebagian sudah ditopang,bambu dan kayu, bahkan kalau tidak ada rumah Ahmadi tetangganya, gubuk reot itu dipastikan sudah tumbang.
Yang tragis lagi saat hujan turun airnya mengguyur seisi rumah. Ditambah lagi kalau air sungai pasang gubuk reot itu nyaris tenggelam, Jika hujan deras turun, mereka sekeluarga terpaksa berkumpul di sebuah kamar berukuran 3 x 2 meter untuk menghindari guyuran hujan.
Raut wajah pasrah terpancar dari ibu yang akrab disapa kak Leni. Sambil mempersiapkan anak-anaknya hendak berangkat ke sekolah, sambil menggendong anaknya yang bungsu, ia memperlihatkan seluruh bagian rumahnya. Genting yang terpasang di atap rumahnya pun tak lengkap. Pintu belakang juga sudah nyaris ambruk karena kusen pintunya sudah rapuh dimakan rayap.
Sedangkan rumah yang ditempatinya saat ini adalah rumah orang tuanya yang sudah Almarhum, dan sekarang sanak saudara juga tidak ada, adpun tinggal keluarga jauh dan merekapun tidak mungkin dapat membantu kami karena hanyalah pensiunan kebun dan sudah tua,’’kata ibu berambut panjang ini, menjadi satu-satunya tempat mereka berteduh dan berlindung dari panasnya matahari dan hujan.
Menurut janda beranak empat ini ketika ditemui menyampaikan kemiskinan bukanlah pilihan hidup yang ingin Ia dijalani, namun faktor ekonomi dan ketidak mampuan mendapat penghidupan yang layak serta tidak ada ketrampilan kerja bahkan lapangan pekerjaan sehingga memaksa mereka menjalani kehidupan seperti itu.“asalkan bisa tidur dan berteduh, karena hidup hanya sementara saja,”ungkapnya
Tambahnya, “Saya hanya ingin anak-anak saya bisa tetap sekolah, tapi biayanya gak ada. Buat makan sehari-hari saja susah, paling dapat uang sehari Rp 5000 – Rp 7000 sebagai buruh cuci baju, anak saya empat,” kata Leni, dengan wajah sedih kepada SUMBER Jum’at (12/9).
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Labuhanbatu Mahadi, ketika di hubungi SUMBER memastikan apakah layak atau tidak jika keluarga Leni dengan empat anak itu untuk mendapatkan bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), belum ada jawaban meskipun pesan singkat terkirim. (SB 38)