PDI-P Warning Pemerintah Tuntaskan Kasus Tanah

banner 468x60

LAPORAN : BOEDI – MEDAN

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P) DPRD Sumut menilai pemerintah pusat maupun Pemprovsu tidak memiliki niat yang baik untuk menyelesaikan ribuan kasus tanah, dengan luas 42.000 hektar di Sumatera Utara.

banner 336x280

“Kita juga menilai pemerintah lebih berpihak kepada kaum kapitalis ketimbang rakyatnya sendiri,” tegas Ketua Fraksi PDI-P DPRD Sumut, Budiman Nadapdap didampingi Wakilnya, Syamsul Hilal, Wakil Sekretaris Alamsyah Hamdani kepada pers, di gedung dewan, Rabu (11/7).

Dari data yang terhimpun, saat ini terdapat sekitar 2833 kasus tanah versi Poldasu dengan luas keseluruhan mencapai 42.000 hektar, yang tersebar di 30 kabupaten/kota di Sumut.

“Seluruh kasus itu sebagian besar masuk di dalam eks HGU PTPN namun masih dikuasai perusahaan perkebunan itu, dan kasus perampasan tanah rakyat oleh perusahaan asing,” kata Budiman Nadapdap.

Menurut Budiman, pihaknya sudah memberikan warning kepada pemerintah agar menuntaskan kasus tanah di Sumut, karena dikhawatirkan dapat memicu konflik vertikal dan horisontal, seperti yang terjadi Mesuji Lampung dan Bima. “Jangan sampai konflik itu terjadi di dua provinsi itu terjadi di Sumut,” katannya.

Menindaklanjuti kasus ini, Fraksi PDI-P segera menyurati Mendagri Gamaan Fauzi untuk meminta ketegasannya menyelesaikan kasus yang paling besar dan rumit di Indonesia ini.

“Kemarin, Pak Menteri sewaktu datang meresmikan gedung baru DPRD Sumut, beliau ada menyinggung soal kasus tanah di Sumut. Kita ingin mempertegas lagi hal itu, mengingat Mendagri pernah diusung PDI-P sewaktu mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatara Barat,” katanya.

Dijelaskan, pihaknya juga akan meminta penjelasan langsung dari Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hendarman Supandji, yang akan berkunjung ke Medan pekan depan.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Fraksi PDI-P DPRD Sumut, Syamsul Hilal. Politisi partai partai berlambang banteng moncong putih yang dikenal vocal itu secara spesifik menyoroti kinerja Pemprovsu di bawah Plt Gubsu H Gatot Pudjonugroho, yang bukan hanya lamban tetapi terkesan tidak ada political will.

“Kalau tanah eks-HGU kan sesuai PP 10 tahun 1996 sudah tidak lagi dikuasai Negara, lalu kenapa Plt Gubsu yang memiliki wewenang tidak mendistribusikan tanah itu kepada rakyat. Ada apa ini? Kenapa tidak bertindak ? Apa ada persekongkolan dengan mafia?” tanyanya.

Pihaknya juga menyorot tajam tim tanah Pemprovsu yang sudah dua kali ditugaskan, namun tidak menghasilkan apa-apa. “Malah kita lihat, rakyat yang jadi korban, seperti yang terjadi baru-baru ini ketika aksi demo warga Palas di DPRD Sumut,” katanya.

Menyebut faktor kegagalan pemerintah soal kasus tanah, lanjut Syamsul Hilal, terjadi karena pemerintah tidak konsisten menjalankan UU Pokok Agraria No 5/1960, yang merupakan implementasi dari Pasal 33 UU Dasar 1945, bahwa pemerintah memang punya wewenang atas tanah, tetapi tidak berhak menguasai tanah.

Yang terjadi kemudian, pemerintah membuat undang-undang sektoral, seperti di kehutanan, pertambangan, yang memberikan izin kepada orang atau badan mendapatkan tanah melalui izin dari kementrian terkait.

Syamsul menyebut, terlalu banyak contoh kasus tanah di Sumut, yang bukan dicari akar permasalahannya, tetapi lebih menekan rakyat, dengan dasar alas hak dan Hak Guna Usaha (HGU).

banner 336x280