SUMUTBERITA.COM, Karo – Petani di Desa Kutambaru, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo memilih membudidayakan tanaman salak di tengah bencana erupsi Gunung Sinabung dan pandemi Covid-19. Di tengah merosotnya ekonomi, budidaya salak menjadi solusi karena tanaman ini mampu bertahan di tengah bencana Gunung Sinabung.
“Dampak erupsi Gunung Sinabung awalnya menghancurkan harapan para petani, terkhusus di Desa Kutambaru ini. Tapi sekarang tidak lagi. Karena dari budidaya salak ini petani dapat bangkit dari keterpurukan,” tutur Sekdakab Karo Drs. Kamperas Terkelin Purba M.Si di ladang salak miliknya di Desa Kutambaru, Senin (5/10/2020).
Ia mengungkapkan, budidaya salak ini sudah digelutinya sejak tahun 2016 silam. Tanaman salak tersebut ia budidayakan di areal perladangan miliknya seluas 7.000 meter di kaki Gunung Sinabung. Ia menanam berbagai jenis tanaman salak mulai dari salak madu, salak super dan salak Bali.
“Salak tahan terhadap pengaruh erupsi Gunung Sinabung. Erupsi hanya berdampak pada keberhasilan hasil buah dan tidak mengganggu hasil buah sama sekali. Disamping itu, di masa pandemi Covid-19 saat ini, salak juga mampu bertahan dengan harga relatif stabil di angka Rp 9.000 – Rp 10.000/Kg,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kamperas Terkelin Purba tak hanya membudidayakan tanaman salak di ladang miliknya. Ia juga menanam berbagai jenis mulai dari tanaman muda hingga buah-buahan. Namun, akibat erupsi Gunung Sinabung sejak tahun 2010 silam, seluruh tanaman tersebut mati akibat debu vulkanik dan lahar hujan Gunung Sinabung.
- PARDI SIMALANGO