TANAH KARO – SUMBER
Hari kedua gelaran Pesta Budaya Mejuah-juah, Bunga dan Buah di Taman Mejuah-juah Berastagi, Kabupaten Karo, Sabtu (30/5/15) sepi pengunjung dibandingkan pada acara pembukaan, sehari sebelumnya. Hal ini ditengarai karena minimnya kearifan lokal budaya Karo yang ditampilkan panitia pada stand-stand pameran.
Amatan SUMBER, dari sekitar 30-an stand yang tersedia, lebih banyak didominasi bank swasta, perhotelan, showroom sepeda motor, batu akik, obat pertanian, rumah sakit, serta pupuk pertanian. Hampir tak ada yang manampilkan adat kebudayaan suku Karo, hanya terdapat sejumlah alat kesenian di stand panitia pelaksana.
“Kalau ini bukan pesta budaya namanya, masa sih dari puluhan stand yang kami kunjungi, tidak ada yang menampilkan budaya Karo. Yang banyak stand bank-bank swasta. Padahal kan kemari mau lihat kebudayaan Karo sesuai dengan yang di iklankan. Yang ada malah ditawarin buka tabungan,” keluh seorang wisatawan asal Kota Medan yang enggan menyebut identitasnya.
Ia juga mengomentari kondisi areal stand pameran yang digenangi air dan becek, serta terdapat timbunan pasir di sejumlah titik. “Sama sekali tidak sesuai dengan yang dipromosikan, sangat mengecewakan,” ujarnya.
Di lain pihak, penggiat seni asal Berastagi, A. Pandia mengaku kecewa dengan panitia pelaksana Pesta Budaya Mejuah-juah. Diungkapkan, sekitar seminggu sebelum pelaksanaan, dirinya mendatangi panitia untuk memesan sebuah stand pameran yang rencananya digunakan untuk menampilkan karya seninya.
Namun, akibat mahalnya biaya yang dipatok panitia, dirinya pun mengurungkan niat dan pergi meninggalkan sekretariat panitia dengan langkah gontai.
“Waktu itu saya ngomong dengan pak Piala Putra selaku panitia, dia bilang biaya untuk sewa stand Rp 1,5 juta untuk 3 hari. Mana sanggup kita segitu, karena yang dijual hanya baju-baju kaos dan dompet berbahan anyaman daun pandan (biasanya digunakan orang Karo untuk bahan membuat tikar amak mbentar),” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan, panitia pelaksana Pesta Budaya Mejuah-juah terkesan mencari keuntungan pribadi dengan mematok biaya semahal itu untuk sewa stand pameran berukuran sekitar 2,5 x 4 meter.
“Katanya anggaran untuk Pesta Budaya Mejuah-juah ditampung di APBD Karo, terus kenapa untuk stand pameran dikenakan biaya semahal itu. Kalau bank-bank swasta dan showroom sepeda motor, ya wajar lah bisa menyewa. Kalau masyarakat biasa seperti saya ini jelas tidak mampu,” imbuhnya.
Kabid Promosi dan Perijinan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Piala Putra Tarigan selaku Koordinator Sekretariat Pesta Budaya Mejuah-juah saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya melihat ada keterkaitan antara apa yang mau dipamerkan, dan apa yang mau diperdagangkan pada stand Pesta Mejuah-juah dengan kehidupan masyarakat Karo.
“Sebenarnya, masyarakat tidak sembarangan masyarakat untuk ambil stand di dalam. Karena ini pesta budaya bukan pesta perorangan. Jadi, kalau memang dia itu berkaitan dengan kebudayaan atau berkaitan dengan kehidupan masyarakat Karo, termasuk pertanian. Karena pertanian Karo melekat dengan budayanya. Kalau perorangan memang ada juga, tapi memang kita melihat ada keterkaitan antara apa yang mau dipamerkan atau yang dijualnya disitu dengan kehidupan masyarakat Karo,” ujar Piala.
Pernyataan Piala sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Hal ini menuai anggapan ditengah-tengah masyarakat bahwa Pesta Mejuah-juah dijadikan ajang pemanfaatan momen untuk mencari duit oleh sejumlah orang yang masuk dalam kepanitiaan Pesta Mejuah-juah.
“Kemarin dibilang Bupati mau melestarikan kearifan lokal. Seharusnya yang dipamerkan itu adat budaya Karo, bukannya showroom sepeda motor,” ketus warga setempat.
- PARDI SIMALANGO